Sabtu, 03 Januari 2015

BAKSO ITIK



LAPORAN PEMBUATAN BAKSO ITIK
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pemanfaatan suber daya lokal diindonesia belum begitu dioptimalkan dengan baik, hal tersebut dapat diamati dengan kurangnya pengoptimalan pemanfaatan daging unggas air (itik atau entok). Padahal apabila pemnafaatan tersebut dilakukan secara optimal maka dapat dijadikan sebagai alternative perbaikan gizi yang dilakukan melalui konsumsi protein hewani. Kurang optimalnya pemanfaatan daging itik dikarenakan pada daging tersebut memiliki bau yang lebih amis (off flavor) dan tampilan yang kurang menarik apabila dibanding dengan ayam.
Guna meningkatkan nilai tambah dari daging itik maka diperlukan variasi pengolahan baru yang sekiranya dapat mengurangi kekurangan dari daging itik tersebut sehingga pemanfaatannya dapat optimal. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat bakso dari daging itik dikarenakan seperti yang kita lihat bakso merupakan makanan yang hampir disukai oleh semua orang. Umumnya daging yang digunakan pada pembuatan bakso merupakan daging sapi, ayam maupun ikan dengan bahan campuran tepung tapioka.. Untuk daging itik sampai sekarang belum digunakan sebagai bahan pembuat bakso dan tepung sagu sebagai ekstender dalam pembuatan bakso.
B.     Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari komposisi kimia dan fisik dari bakso dengan menggunakan daging itik dan tepung sagu.
TINJAUAN PUSTAKA
Itik merupakan unggas air penghasil telur dan daging. Akan tetapi produk yang biasanya diambil dari itik adalah telur. Sumber daging itik sebagian besar berasal dari itik betina afkir. Ketersediaan daging itik dapat juga dipenuhi melalui pemeliharaan itik jantan yang selama ini dipelihara sebagai pejantan berubah fungsi menjadi itik pedaging. Daging itik sendiri merupakan daging unggas yang berwarna merah, karena sebagian besar mengandung serabut merah dan sebagian kecil mengandung serabut putih. Pada bagian dada itik, serabut merah sebanyak 84% dan serabut putih sebanyak 16% (Smith, 2001).
Daging itik merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang masih kurang diminati, lain halnya dengan daging sapi, daging kambing maupun daging ayam, hal ini disebabkan oleh daging itik mempunyai bau yang tak sedap (anyir) yang disebabkan oleh komponen volatile yang berasal dari hasil oksidasi lemak. Reaksi ini diakibatkan oleh adanya asam lemak tidak jenuh (Hustiyani, 2001). Usaha peningkatan daya terima masyarakat terhadap daging itik terus dikembangkan. Salah satunya adalah dengan pembuatan bakso itik.
Bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan yang diperoleh dari campuran daging ternak tidak kurang dari 50% dan pati atau serelia dengan atau tanpa bahan pangan yang diizinkan (Standar Nasional Indonesia, 1995). Bakso sendiri diperkirakan berasal dari Cina yang dibawa oleh perantau Cina ke Indonesia. Pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri atas emapat tahap yakni (1) penghancuran daging, (2) pembuatan adonan,   (3) pencetakan dan (4) Pemasakan (Soekarto, 1990).
Tujuan dari penghancuran daging adalah untuk memecah dinding sel serabut otot, sehingga protein daging seperti myosin dan aktin dapat diekstrak dengan menggunakan larutan garam (Pisul, 1984). Pada proses penggilingan akan terjadi kenaikan suhu akibat panas yang dihasilkan. Suhu diatas 20oC dapat menyebabkan denaturasi protein dan pecahnya emulsi adonan, sehingga kestabilan emulsi perlu dipertahankan pada suhu dibawah 20oC (pearson dan Tuber, 1984). Penyimpanan adonan sebelum Dicetak menjadi bakso bertujuan untuk meningkatkan jumlah protein larut garam dan emulsi atau adonan bakso, juga dapat memperbaiki sifat fisik bakso yang dihasilkan.
Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan untuk membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan, bakso babi, dan bakso sapi. Penggolongan bakso sapi menjadi tiga kelompok masing-masing bakso daging, bakso urat, dan bakso aci. Penggolongan tersebut dilakukan atas perbandingan jumlah tepung pati dan jumlah serta jenis daging yang digunakan dalam pembuatan bakso, dimana bakso daging biasanya dibuat dengan menggunakan daging dengan jumlah yang lebih besar dari pada tepung yang digunakan.
 Bahan pembuatan bakso selain daging juga biasanya dicampur dengan tepung. Macam tepung beraneka ragam, ada tepung sagu, tapioka dan lainnya. Tepung sagu merupakan pati yang diperoleh dari pengolahan empelur pohon sagu (Metroxylon Sp) yang bersih dan baik. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin, dan pada konsentrasi yang sama pati sagu mempunyai viskositas tinggi dibandingkan dengan larutan pati dari serelia lain. Hal ini berarti untuk mendapatkan viskositas yang sama, maka tepung sagu dibutuhkan lebih sedikit daripada tepung serealia (Harsanto, 1986).

PEMBAHASAN
A.    Bahan dan Metode
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging itik manila dan tepung sagu, dan bumbu (merica, bawang putih, garam). Metode dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 5 perlakuan dan 22 ulangan. Perlakuannya terdiri dari P0 = 60 % daging sapi dan 40% tepung sagu (kontrol), P1 = 85% daging itik 15% tepung sagu, P2 = 75% daging itik 25% tepung sagu, P3 = 65% daging itik 35% tepung sagu dan P4 = 55% daging itik 45% tepung sagu.
B.     Hasil dan Pembahasan
Hasil yang diperoleh untuk komposisi kimia dari bakso adalah
Tabel 1. Kadar air, kadar protein dan lemak
Perlakuan Variabel

Variabel
Kadar Air (%)
Kadar Protein(%)
Kadar Lemak (%)
60%DS:40%TS(kontrol)
57,44
12,35
0,08c

85%DI:15%TS
67,98

11,73
2,86a
75%DI:25%TS
62,38
10,05
1,23b

65%DI:35%TS
58,70
8,94
1,19b

55%DI:45% TS
55,19
7,88
1,17b

Rataan
60,34
10,19
1,31
Keterangan : DS =daging sapi, DI=daging itik, TS = tepung sagu
Hasil penelitian menunjukkan kadar air bakso dengan perbedaan komposisi daging tidak berpengaruh nyata. Kadar air tertinggi terdapat pada bakso itik dengan level daging 85 persen dan tepung sagu 15 persen, sedangkan kadar air terendah pada penggunaan daging 55 persen dan sagu 45 persen. Kadar air cenderung menurun dengan menurunnya level daging dalam bakso. Penurunan ini disebabkan oleh kadar air tepung sagu sebagai pengganti sebagian daging itik lebih kecil dari kadar air daging itik.
Hasil analisis ragam menunjukkan level daging dalam bakso tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar protein bakso. Kadar protein bakso dengan menggunakan daging itik menurun seiring dengan menurunnya level daging itik dalam bakso. Hal ini karena rendahnya kandungan protein tepung sagu sebagai substitusi sebagian daging itik lebih rendah dari kandungan protein daging itik.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa level daging dalam bakso berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak bakso. Kadar lemak bakso itik pada semua level penggunaan daging itik nyata lebih tinggi dibanding dengan bakso daging sapi, Semakin rendah level daging itik dalam bakso, kadar lemak bakso juga semakin rendah karena kadar lemak tepung sagu sebagai pengganti daging itik lebih rendah.
untuk hasil sifat fisik dari pengaruh daging itik dan tepung sagu pada bakso diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 2. Sifat Fisik Daging Sapi
Perlakuan
keempukan
bau
warna
rasa
P0
2,81
3,31
3,54
3,0
P1
3,77
3,37
2,86
3,41
P2
3,50
3,36
3,18
3,41
P3
3,45
3,50
3,27
3,23
P4
3,09
3,77
3,50
3,09

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Keempukan level daging dalam bakso tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap keempukan bakso. Nilai keempukan bakso daging itik berkurang dengan menurunnya level daging dalam bakso. Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya level tepung sagu.
Untuk Bau menunjukkan bahwa level daging dalam bakso tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bau bakso. bakso daging itik sedikit lebih tinggi dibanding bakso daging sapi artinya bakso daging itik sedikit lebih amis dibanding bakso daging sapi. Bau amis cenderung menurun dengan meningkatnya level tepung sagu.
Uji warna yang diperoleh menunjukkan bahwa level daging dalam bakso tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna bakso. Warna bakso dari daging itik cenderung lebih gelap dibanding warna bakso daging sapi. Semakin tinggi level daging itik menyebabkan nilai warna bakso semakin tidak disukai karena berwarna lebih gelap.
Uji Rasa dapat dilihat dari Respon panelis terhadap rasa bakso daging itik yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan daging sapi, level daging itik dalam bakso juga tidak berpengaruh terhadap rasa bakso. Dimana penggunaan daging itik 85 persen (P1) dan 75 persen (P2) cenderung lebih disukai.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian pengaruh daging itik dan tepung sagu terhadap komposisi kimia dan fisik bakso dengan perlakuan rancangan acak lengkap 5 perlakuan dan 22 ulangan dapat disimpulkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air dan kadar protein bakso tetapi nyata (P<0.05) mempengaruhi kadar lemak bakso. Perlakuan yang digunakan adalah  P0= 60 % daging sapi dan 40% tepung sagu (kontrol), P1= 85% daging itik 15% tepung sagu, P2= 75% daging itik 25% tepung sagu, P3= 65% daging itik 35% tepung sagu dan P4= 55% daging itik 45% tepung sagu. Untuk kadar air dan Kadar protein  adalah 60,34% dan 10,19 % dimana kandungan tersebut   akan semakin menurun dengan menurunnya level daging dalam bakso. Hasil untuk kadar lemak adalah 1,31 dengan Kadar lemak bakso itik pada semua level penggunaan daging itik nyata lebih tinggi dibanding dengan bakso daging sapi,dan untuk hasil dari penelitian uji fisik (keempukan, bau, warna dan rasa) bakso daging itik manila dan tepung sagu tidak adaperbedaannya dengan bakso daging sapi.

DAFTAR PUSTAKA
A.A. Putra, N. Huda and R. Ahmad. 2011. Changes During the Processing of Duck Meatballs Using Different Fillers after the Preheating and Heating Process. International Journal of Poultry Science 10 (1):62-70.
Ariansah, Y., N. Ulupi, Rukmiasih. 2008. Physical and Organoleptic Properties of Meatball, with and Without Skin from Duck with Addition of Beluntas Leaf Powder in Feed. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
B. Ikhsan, N. Huda and I. Noryati. 2011. Chemical Composition and Physicochemical Properties of Meatballs Prepared from Mechanically Deboned Quail Meat Using Various Types of Flour. International Journal of Poultry Science 10 (1): 30-37.
Lisa M. Maharaja. 2008. Penggunaan Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu dan Natrium Nitrat dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi. Universitas Sumatra Utara Repository.
M. Wattimena, V.P. Bintoro, S. Mulyani. 2013. Kualitas Bakso Berbagai Dasar Daging Ayam dan Jantung Pisang dengan Bahan Pengikat Tepung Sagu. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 2 No. 1.
 Olfa Mega, Desia Kaharuddin, Kususiyah dan Yosi Fenita. 2009. Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 3, No 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar